Polisi
(cinta di hidupku)
Dua
Aku bangun pagi-pagi sekali, karena hari ini aku harus ke kampus dan aku
benar-benar tidak tau arah dan letak kampusku. Ditambah lagi aku juga tidak tau
kendaraan yang harus aku naiki untuk pergi kesana. Untungnya sesuai saran Mbak Ina,
pembantuku, aku bisa sampai di kampus dengan menaiki bus kampus setelah
sebelumnya naik angkutan kota yang berhenti di halte tempat bus kampus mangkal.
Memasuki gerbang kampus dan tidak tahu harus pergi ke arah mana karena ini
pertama kalinya aku kesini. Dan waktu ujian masuk universitas kemarin aku
mengikutinya di kotaku. Jadi aku benar-benar awam disini. Aku berjalan ke
hampir semua penjuru kampus untuk mencari tempat daftar ulang mahasiswa baru
dengan berjalan bergegas. Aku memang selalu begitu jika kebingungan. Setelah
lelah bolak-bolak, aku memutuskan untuk bertanya pada seorang mahasiswa yang
sedang duduk di taman. Dan akhirnya aku berhasil juga melakukan daftar ulang
hari ini.
***
Seminggu kemudian.
“Arrrrrrrrrrrrrrrrrgggggggggggghhhh.” Teriakku dari kamar. “Aduh…Udah jam
7, lagi. Kenapa pake acara telat bangun sih ?” Gerutuku setelah melihat jam
weker, lalu berlari ke kamar mandi dan mandi seadanya. Setengah jam lagi aku
harus ada di kampus mengikuti ospek hari pertama. Kalau datang terlambat bisa digencet habis-habisan oleh senior.
Aku ketiduran karena kemarin aku kesana kemari mencari perlengkapan ospek
permintaan senior yang aneh-aneh. Jadinya seharian aku hanya keliling pasar
agar tidak termasuk junior yang melanggar saat ospek berlangsung.
Setelah rasanya perlengkapan ospekku siap, aku bergegas keluar kamar dan
langsung menuju pintu.
“Sarapan dulu, Non !” Seru Mbak Ina dari dapur.
“Telat, Mbak.” Jawabku dengan suara keras karena aku sudah di halaman
rumah.
Aku sampai juga di kampus dengan menaiki angkutan kota karena bus kampus
sudah tidak ada. Aku lari sekencang-kencangnya ke tempat ospek fakultasku. Aku
tak mempedulikan senior dari fakultas lain memperhatikanku karena aku melewati
kampus mereka. Aku hanya ingin cepat sampai.
“O..o…o.. gua telat. Mampus gua.” Rutukku. Aku hanya bisa ambil bagian di
belakang teman-teman yang lain. Dan belum sempat duduk tiba-tiba
“Hei, kamu yang telat !” Seru seorang senior cowok. Aku kaget dan langsung
melihat ke arah senior itu.
‘Lumayan ganteng juga.’ Bisikku dalam hati.
“Sini kamu !” Bentaknya lagi, semua yang ada di situpun jadi diam. Aku
berjalan perlahan menghampiri senior itu. “Kenapa telat ?” Tanyanya tanpa
merendahkan nada suaranya. Aku hanya tertunduk. Lama aku tak menjawab karena
tak tau harus berkata apa.
“Mmmmmm…” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku karena otakku sedang berpikir
tentang alasan yang akan kuberikan.
“Kenapa ? Ayo jawab !” Desaknya masih dengan suara yang sangat tinggi.
“Telat bangun, Kak.” Jawabku akhirnya. Semuapun menyorakiku.
“Baiklah, hukumannya apa yang harus kita kasih ke dia ?” Tanya senior itu
pada para mahasiswa baru. Semuanya bersuara tentang hukuman yang harus aku
terima. Tapi……
“Aha !” Seperti mendapatkan ide. Aku mengangkat kepalaku dan menoleh pada
senior yang berdiri di sebelah kiriku hanya dengan sudut mataku. “Nama kamu
‘ayam’ kan ?” tanyanya sambil tersenyum.
“Eeeeeeh ?!” Aku terkejut dan juga bingung.
“Bagaimana kalau kita suruh dia memperagakan berbagai jenis gerakan yang
biasa dilakukan ayam ?” Kata senior itu sambil tersenyum dan langsung diiyakan
oleh semua yang ada disitu.
Jadilah hari ini jadi hari yang melelahkan dan memalukan yang pernah aku
jalani. Semua tertawa ketika aku memperagakan bagaimana cara ayam bertelur.
Saat kembali ke barisan, teman di sebelahku menyapaku.
“Kamu ga pa-pa kan ?” Tanyanya.
“Ga.” Jawabku singkat sambil duduk di tanah.
Dia mengulurkan tangannya, akupun melakukan hal yang sama padanya.
“Namaku Lala, jurusan Sastra Jepang. Kamu ?” Ucapnya dengan suara yang
hanya terdengar sekilas.
“Dee, Sastra Inggris.” Aku terdiam sejenak. “Kalo ada Sastra Korea, mungkin
aku bakal ambil jurusan itu. Hehe.” Dia ikut tertawa pelan karena tidak mau digencet oleh senior jika tahu kami mengobrol.
Aku sedikit santai setelah mengobrol dengannya.
***
Hari ini hari ketiga kami ospek, yang artinya ini adalah hari terakhir
ospek. Sekarang kami dikumpulkan menurut jurusan kami masing-masing, tidak lagi
fakultas, dan ditempatkan dalam kelas yang telah dikosongkan. Rupanya kami
diharuskan membuat sebuah parodi yang nantinya akan dilombakan dengan jurusan
yang lain yang dipimpin langsung oleh dosen. Yang ditampilkan dalam parodi ini
adalah drama dan lagu.
Semua pemain yang akan berperan dalam drama telah dipilih. Masalahnya
terletak pada grup lagu, yaitu tidak adanya orang yang mau mengambil bagian
menjadi rapper. Senior yang kemarin menghukumku,
kuketahui bernama Arga, terlihat pusing mencari orang yang pas buat jadi rapper. Kemudian akhirnya
seseorang mengangkat tangan dan memanggil Arga. Argapun menoleh.
“Ada apa, Katak ?” Tanya Arga pada cowok yang kokardenya bertuliskan
‘KATAK’.
“Saya aja yang jadi rappernya
gimana, Kak ?” ‘Katak’ menawarkan diri.
“Kamu yakin ?!” Tanya Arga lagi
“Ga pa-pa, Kak. Dia ganteng juga tuh.” Tanpa sadar aku telah
berteriak dalam kelas. Kontan semuanya melihat ke arahku dan bersorak. Akupun
langsung menunduk karena malu.
’Bego banget sih gua. Iiiih bikin malu aja.’ Kutukku.
“Ayaaaaaam.” Suara Arga membuat semua tertawa. Dan aku tak berani menoleh
ke arah ‘Katak’.
Pas penampilan parodi ternyata kami hanya dapat tempat kedua. Kami senang
sekali. Meskipun ‘Katak’ melakukan kesalahan karena tidak bisa nge-rap dan mungkin itu yang membuat kami
kekurangan poin. Tapi semua memuji ‘Katak’ karena telah berusaha keras.
***
Kuliah pertamapun dimulai, dan aku jadi mahasiswa pertama yang masuk kelas
pagi itu. Satu per satu teman-teman yang lainpun datang diikuti yang terakhir
adalah dosen, yang menjadi dosen pertama yang kami temui setelah menjadi
mahasiswa. Sebelum kuliah dimulai, kami diminta memperkenalkan diri kami
masing-masing sekalian dilanjutkan dengan pemilihan komting atau ketua kelas.
Di deretan cowok aku melihat ada ‘Katak’ sang rapper.
Ternyata namanya bagus juga, FRISTO ABIAN LANA. Aku ingin dia yang jadi
komting, tapi yang terpilih adalah Sandi, cowok paling kalem di kelas,
sedangkan Fristo hanya sebagai wakil.
Sepulang kuliah, aku diajak teman yang duduk di sebelahku tadi pergi ke
mall yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus, jadi bisa ditempuh dengan
jalan kaki. Sesampainya di depan mall aku menghentikan langkahku.
“Napa, Dee ?” Tanya Anya heran. “Dah mo nyampe nih.” Kemudian dia terdiam
melihat ekspresiku yang tidak merespon apa-apa. “Ayo masuk, Dee.” Lanjutnya
karena tak juga menemukan jawaban dariku. Dia menarik tanganku.
“Kita disini aja dulu ya.” Aku menarik tangan Anya sambil membalikkan badan
ke tempat parkir.
“Ada apaan sih ? Ada cowok lo ya ?” Selidik Anya.
“Bukan. Bukan itu. “ Bantahku.
“Terus ?!” Terdengar suara Anya semakin heran.
“Ada polisi tuh.” Tunjukku dengan menggunakan wajahku. Anya mencari-cari
sosok yang aku tunjuk.
“Emang lo ada masalah apa ama polisi ? Lo pernah nyuri ya ?” Tuduh Anya.
“Ya ampun.” Keluhku. “Ya ga lah.” Tak ada respon apa-apa dari Anya. Akupun
melanjutkan kata-kataku. “Gua alergi ama polisi. Hehe.”
“Haha, becanda aja lo, Dee.”
Tak berapa lama ada seorang wanita dan anak kecil keluar dari pintu mall
dan langsung menemui polisi itu. Setelah berbincang sebentar merekapun pergi
dari tempat itu. Sepertinya mereka adalah keluarga.
“Ayo..” Ajakku pada Anya untuk segera masuk ke mall setelah memastikan
polisi itu telah benar-benar pergi.
***
(bersambung)
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar